Peringatan Hardiknas dan Krisis Moral



ANTARA FOTO /
Hardiknas tahun ini, perasaan kita miris, ditandai ada kehebohan perayaan setelah pelaksanaan Ujian Nasional (UN) SMA.
Pengunjung mengamati replika manusia pada pameran seni instalasi bertema "Human Tape" di Universitas Surabaya (Ubaya) Surabaya, Jawa Timur, Rabu (29/4). Tujuh replika manusia berbahan isolasi hasil karya mahasiswa Fakultas Industri Kreatif Ubaya ini guna merangsang minat baca mahasiswa sekaligus memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) pada 2 Mei 2015.

Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) adalah tonggak penting bagi dunia pendidikan Indonesia. Menyambut Hardiknas tahun ini, perasaan kita miris, ditandai ada kehebohan perayaan setelah pelaksanaan Ujian Nasional (UN) SMA. Beragam model perayaan dilakukan oleh siswa. Ada yang positif, namun ada pula yang memprihatinkan. 

Bentuk perayaan itu mulai dari mencoret-coret baju, berkonvoi sepeda motor, dan berbagai jenis perayaan lain. Namun kali ini, bentuk perayaan mereka sangat jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Sebut saja perayaan yang membuat heboh, yang dilakukan belasan pelajar di Penjaringan, Jakarta Utara. Mereka melakukan tindakan negatif dan tidak patut ditiru, seperti membajak kontainer dan kedapatan membawa senjata tajam.

Tak kalah memprihatinkan, ada pula cerita yang lebih heboh untuk mengusir stres dan kepenatan setelah UN, yaitu membuat pesta bikini summer dress bagi pelajar SMA di Bekasi dan Jakarta yang menyebar di Youtube dan jejaring sosial. Dalam undangannya, acara digelar di kolam renang di hotel berbintang, Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat, Sabtu (25/4). 

Pengumuman-pengumuman yang dipasang penyelenggara acara di internet saat ini telah dihapus. Namun, mereka sukses menggelar acara yang sama pada 18 April lalu, berjudul “Break the Rules”. 

Rencana perayaan usai UN ini sontak menjadi pembicaraan hangat di pemberitaan, baik online maupun cetak. Kritik keras dan tajam pun ditujukan kepada penyelenggara yang akan menghelat pesta betajuk “Splash After Class” itu. Akhirnya karena beragam kritik, pihak yang hendak menghelat acara ini pun membatalkannya.

Berkaca dari berbagai model perayaan UN yang jauh dari nilai-nilai yang dimiliki seorang pelajar, ini semakin menandakan pembentukan karakter adalah sesuatu yang sangat mendesak dan harus menjadi agenda utama. Lulusan sekolah tidak boleh kering dengan nilai-nilai moral, tidak beretika pergaulan, serta mudah terpengaruh dengan beragam gaya hidup kebaratan. 

Perayaan setelah UN ini juga sebenarnya tidak terlepas dari perubahan dalam struktur sosial. Ketangguhan budaya, agama, dan keluarga menjadi ujian berat sebab pelajar yang terlibat  dalam perayaan itu tidaklah memiliki alasan yang sama. Namun, patut diingat, rapuhnya moral pelajar bertalian erat dengan rendahnya keyakinan dalam menjalankan nilai-nilai agama. Pelajar belum pula memiliki kematangan berpikir. 

Filter yang kuat agar para pelajar tidak mengimitasi perilaku budaya Barat hanya dapat dilakukan lewat pendidikan moral, dengan mengakar ke budaya lokal. Penguatan moral dengan mengakar ke budaya lokal juga tidak dapat dilakukan dengan instan, melainkan harus terencana dan berkesinambungan sejak dari pendidikan usia dini, SD, SMP, hingga SMA.

Tema peringatan Hardiknas tahun ini mengusung tema “Pendidikan dan Kebudayaan sebagai Gerakan Pencerdasan dan Penumbuhan Generasi Berkarakter Pancasila”. Tema ini sejalan dengan sembilan agenda prioritas atau yang lebih dikenal Nawacita yang dikampanyekan Jokowi-Jusuf Kalla (JK) sewaktu pemilihan presiden (pilpres) kemarin. Agenda itu ada di butir kedelapan, yakni merevolusi karakter bangsa melalui penataan kembali kurikulum pendidikan nasional.  

Tema ini pun sangat sejalan dengan keadaan yang dialami remaja. Mereka dalam krisis moral akibat kerasnya pergaulan dan lingkungan sekitar. 
Mengutip perkataan Menteri Sosial (Mensos) Indar Parawansa, “mengerikan” adalah tanggapannya mengenai hebohnya undangan pesta bikini ini.
 Keinginan pemerintah untuk merevolusi mental terbukti belum berjalan optimal. Penyelenggara hanya mementingkan sisi bisnis dan membuat ide-ide yang berseberangan dengan budaya ketimuran, tanpa mau peduli hal itu mencederai moral anak-anak atau tidak. 

Kasus ini merupakan cara yang dilakukan event organizer untuk memanfaatkan siswa SMA demi meraup keuntungan finansial, tanpa mempertimbangkan sisi moral dan etika sosial. Banyaknya celah memperdaya siswa menjadi tamparan bagi pendidikan kita. Sebab itu, kesalahan tidak sepenuhnya kita alamatkan kepada penyelenggara acara. 

Belajar dari kasus ini, semua pihak; keluarga, guru, dan orang tua patut berintrospeksi. Penguatan pendidikan karakter yang telah dilaksanakan di sekolah memerlukan dukungan semua pihak. 

Jika selama ini ada ketimpangan antara ilmu pengetahuan dan nilai dalam pendidikan, pada momentum peringatan Hardiknas inilah, seharusnya kita berbenah. Ada kesenjangan dalam pendidikan kita selama ini. Di satu sisi, kemampuan anak-anak menyerap ilmu pengetahuan begitu hebat. Di sisi lain, transformasi nilai dan moral berjalan lamban. 

Kita juga tidak boleh pasrah dan menyerahkan seutuhnya pendidikan karakter kepada sekolah. Siswa membutuhkan lingkungan yang dipersiapkan secara matang, serius, terintegrasi, dan konsisten. Karena itu, mari bergegas mencerdaskan kehidupan bangsa dengan menanamkan karakter Pancasila kepada anak-anak yang menjadi calon penerus bangsa. 

Selama ini, kita selalu melakukan tindakan kuratif, tanpa mau melihat persoalan secara menyeluruh. Solusi-solusinya kebanyakan bersifat sementara, ibarat pemadam kebakaran. 

Kita tidak pernah mau mencoba menggali dan meneliti alasan perilaku pelajar terus menyimpang. Padahal, itu dapat dicegah jika gejala-gejala awal sudah terdeteksi. Patut juga kita bertanya, sudah benarkah kurikulum dan sistem pendidikan kita selama ini? 

Oleh sebab itu, saatnya mengembalikan pendidikan pada khitahnya. Tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia yang akhirnya akan berguna untuk umat manusia secara keseluruhan dan tidak merusak tatanan nilai-nilai luhur yang telah ada dalam masyarakat. Selamat Hardiknas! l

Penulis adalah pendidik, alumnus MM Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 
Sumber : Sinar Harapan.Co
Bagikan berita :

Posting Komentar

 
Supported by : Creating Website | MENOREH . Net - Media Partner
Copyright © 2013. Gading - All Rights Reserved
Created by News BUANA.Com
KONTAK REDAKSI