Kotagede Kota Perak


Banyak orang menyebut daerah Kotagede sebagai ‘kota perak.’   Hal ini bukan tanpa alasan, pasalnya di sudut tenggara wilayah kota Yogyakarta tersebut dapat dengan mudah dijumpai pengrajin perak dan berbagai macam hasil produk kerajinannya.   Pengrajin di Kotagede ini memiliki kualitas dan desain yang tak bisa diragukan lagi, di China ataupun Thailand, sebab dengan kultur yang ada, para pengrajin memiliki pola khasnya.

Sejarah Perak & Kotagede
Kotagede masa lampau awalnya adalah bagian dari Kasultanan Mataram – Yogyakarta yang berbentuk hutan dengan nama alas Mentaok, yaitu satu daerah perhutanan yang hanya ditumbuhi tanaman serta dihuni berbagai macam binatang.     Area hutan belantara ini merupakan hadiah yang diberikan Sultan Pajang kepada Panembahan Senopati atas jasanya menyelamatkan kerajaan Pajang.   
     Sebagai orang yang berkuasa penuh di area ini, maka tahun 1575, Panembahan Senopati dinobatkan sebagai raja Mataram Islam pertama -sebelum terpecah menjadi Mataram Surakarta & Mataram Yogyakarta-   dan membangunnya untuk dijadikan sebagai kotaraja (ibokata kerajaan ).

Hingga sekitar tahun 1640, Kotagede diposisikan sebagai Ibukota Kerajaan Islam Mataram, dan pasca  tahun 1640 Raja ketiga Mataram Islam memindahkan ibukota kerajaan menuju Desa Kerto, Plered, Bantul yang berjarak 6 kilometer sebelah selatan dari Kotagede.      Sebagai bukti peninggalan, yang masih bisa disaksikan sampai saat ini diantaranya adalah keberadaan makam kerabat Pangeran Senopati, dinding dan fondasi salah satu pendapa, dan juga Sendang Selirang.  Semuanya masih terletak pada satu komplek dengan masjid Kraton Kotagede.

Sebagai kotaraja, keberadaannya tentu saja sangat strategis untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan manusia, baik yang tinggal ataupun hanya berkunjung dan lalu singgah di kota.  Dan salah satu kebutuhan yang diperlukan kaum ningrat serta para bangsawan antara lain adalah perhiasan, selain emas tentu saja adalah juga perak.

Pengrajin Perak base on Demand & Supply
Tahun 1586, beribukota di Kotagede, Yogyakarta memiliki pemimpin bernama Danang Sutawijaya yang juga memiliki julukan Raden Mas Ngabehi Lor ing Pasar, dan selanjutnya bergelar Panembahan Senopati ing Ngalaga. Sebagai wilayah yang pertamakali dijadikan pusat kerajaan Mataram Islam, masyarakat Kotagede dituntut mampu memenuhi kebutuhan para ningrat dan orang-orang berada, diantaranya adalah kebutuhan perhiasan.

Sehubungan dengan demand (kebutuhan) tersebut, agar bisa menjadi pihak supplier maka masyarakat Kotagede digiatkan oleh penguasa agar bisa membuat cinderamata dari perak. Saat itu pihak kerajaan juga mengundang para ahli seni perhiasan datang ke Ngayogyakarta-Hadiningrat dan lalu berkarya sesuai keahlian, sambil memberi bimbingan pada masyarakat setempat, dengan tujuan selanjutnya adalah agar kebutuhan akan perhiasa bisa terpenuhi.

Sesuai catatan sejarah, undangan dari pihak istana mendapat sambutan dari beberapa orang dari wilayah kerajaan Majapahit Hindu di Jawa Timur dan juga Bali yang memiliki keahlian di bidang seni ukir kayu serta emas. Orang-orang inilah yang dikenal sebagai rakyat Kalang.  Selanjutnya para pekarya itu berkeluaga dan beranak-pinak di Kotagede, dan keahliannya secara turun-temurun juga ditekuni oleh anak-cucunya.

Sepeninggal Sultan Agung sekitar tahun 1700an, rakyat Kalang naik taraf kehidupan ekonominya secara drastis, dari rakyat jelata mereka berubah menjadi orang kaya-raya, namun jiwa seni yang berasal dari leluhur mereka tak bisa berubah. Oleh karenaya arsitektur rumah mereka yang memiliki nuansa Hindu Jawa menjadi pengaruh bagi keberadaan rumah Joglo.   Bahkan meski diiringi dengan ornamen-ornamen Arab, Musholla yang berdiri juga tetap serupa, memiliki aroma Hindu Jawa.

Dari keahlian yang diwariskan secara turun-temurun tersebut, selanjutnya sampai dengan saat ini kemampuannya tak pernah tergantikan. Justru semakin dikembangkan sebagai cirikhas tersendiri.    Dari berlangsungnya selama bertahun-tahun itulah, maka nama Kotagede semakin melekat dengan keahlian warganya akan kerajinan perak, apalagi kemampuan yang dimiliki masyarakat Kotagede sangat membanggakan. Oleh karenanya para pengrajin terus dipercaya memproduksi cinderamata berbahan perak meskipun era panembahan Senopati telah berganti. Tak pelak “kota perak” tetap melekat disandang oleh daerah aks kota raja Yogyakarta, Kotagede.

Desain Yang Khas & Tiada Tanding
Pada perkembangannya perak yang dihasilkan oleh para pengrajin Kotagede telah mampu bersaing dengan produk kerajinan serupa yang berada di mancanegara, karena selain dari segi kualitas produknya juga bisa diunggulkan dari segi desain.   Hal ini bisa dibuktikan bahwa kerajinan perak Kotagede tidak saja hanya mampu bersaing dengan produk lokal Indonesia pun perak asal Asia, baik  China ataupun Thailand, namun kenyataannya juga mampu bersaing dengan produk perak dari negeri Eropa ataupun Amerika.

Proses Pembuatan Perak
Jenis kerajinan perak bisa dibedakan berdasar pada cara pembuatannya, antara lain perak dengan buatan tangan alias handmade, buatan mesin (machinery), ataupun perak yang membuatnya dengan cara dicetak (casting). Perak yang dihasilkan dari proses cetakan termasuk varian yang sangat jarang dijumpai di Kotagede Yogyakarta. Kalaupun ada, hal ini hanya sekedar menjadi alternatif produksi, utamanya guna memenuhi permintaan dengan kapasitas terlalu besar sementara waktunya terbatas.

Ada beberapa tehnik dalam sistem pembuatan perak cetak alias casting ini. Baik dari mengandalkan alat sederhana ataupun menggunakan mesin casting sentrifugal yang sebenarnya jarang dimiliki para pengrajin karena harganya yang sangat mahal.   Sebagaimana proses cetak logam pada umumnya, proses perak cetakan diawali dengan pencairan perak dan tembaga yang selanjutnya dituang kedalam -model- cetakan yang telah disiapkan sebelumnya menurut bentuk yang dinginkan.  Pada proses mencetak ini, keuntungan yang diperoleh pengrajin adalah mampu menghasilkan produk secara masal, sehingga bisa menghemat waktu dengan pesanan yang wujudnya serupa. Hal ini bisa tercapai karena pengrajin bisa membikin jenis model perak secara bersamaan dalam jumlah banyak.

Setelah proses penuangan cairan perak dilakukan, hanya tinggal menunggu waktu dingin saja, maka hasil perak cetakan sudah bisa dilihat. Hingga langkah selanjutnya adalah finishing.

Hal yang perlu diketahui, meskipun proses pembuatan perak ini adalah cetakan, namun tetap saja dibutuhkan sentuhan manual utamanya pada proses finishing sebelum packing, misalnya berupa pengamplasan ataupun pengikiran agar hasil yang didapat menjadi halus dan rapih.

Untuk proses pembuatan kerajinan perak dengan menggunakan mesin  sejatinya hampir serupa dengan proses casting, yaitu berproduksi massal. Perbedaanya adalah adanya satu mesin yang difungsikan sebagai pengganti mesin casting.

Produk kerajinan perak yang mengandalkan mesin biasanya menghasilkan jenis kalung ataupun gelang berujud rantai.  Di Kotagede, kerajinan perak dengan proses casting ataupun machinerry ini agak susah dijumpai. Dengan alasan, selain kedua mesin itu mahal, masyarakat pengrajin di kotaperak lebih gemar mempertahankan nilai tradisi dan sentuhan art yang alami dari tangan-tangan terampil & penuh kesabaran.

Handmade Filigree dan Solid-Silver.
Dari berbagai jenis perak, Kotagede Yogyakarta memiliki produk handal di jenis perak buatan tangan (handmade), yaitu perak yang proses pengerjaansedari awal hingga akhir murni mengandalkan tangan tanpa menggunakan mesin.  Dari perak handmade ini Kotaperak memiliki satu produk handal yaitu filigree dan solid silver.

Filigree dan Solid Silver adalah produk handal kerajinan perak Kotagede yang dikategorikan berdasar keberadaa materialnya.

Perak Filigree (filigri)
Dikenal pula dengan istilah “perak trap” yaitu jenis kerajinan perak yang memiliki material berujud “benang perak” ataupun ‘kawat perak’ sangat lembut  lalu dipilin dan dipres hingga berujud menyerupai plat. Benang-benang perak ataupun “kawat-kawat perak” inilah yang selanjutnya dimanfaatkan untuk membuat motif pun mendekorasinya. Selain dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan aksesories ataupun perhiasan, benang-benang perak filigree ini juga difungsikan sebagai bahan untuk membuat berbagai macam miniatur, diantaranya adalah miniatur becak, miniatur kereta kuda, replika rumah pun gedung, ataupun miniatur harley davidson serta hiasan dinding.  Hiasan-hiasan filigree itu ada yang berujud wayang, lencana dan masih banyak lagi macam serta jenisnya. Perak filigri ini menjadi produk handal kotaperak lantaran hasil kerajinan perak ini belum bisa digantikan pengerjaannya dengan menggunakan mesin. Jadi filigri di Kotagede Kotaperak Yogyakarta benar-benar murni hasil kerajinan tangan.

Solid Silver
Solid silver adalah kerajinan perak yang berbahan utama lempengan pun lembaran perak.   Berbeda dengan filigri, meskipun adakalanya solid silver digunakan untuk membuat miniatur serta perhiasan-perhiasan, namun bahan plat lembaran perak ini lebih sering difungsikan sebagai bahan untuk membuat perlengkapan dapur & rumahtangga, antara lain adalah nampan, piring, mangkok dan lain-lain.
Demikian mengenai Kotagede – Kotaperak – Yogyakarta, bagian tenggara dari wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta yang tak akan rugi untuk dikunjungi. [uth]
Bagikan berita :

Posting Komentar

 
Supported by : Creating Website | MENOREH . Net - Media Partner
Copyright © 2013. Gading - All Rights Reserved
Created by News BUANA.Com
KONTAK REDAKSI