YOGYAKARTA
– Sebanyak 20 Dekan dari sejumlah Perguruan Tinggi di kawasan Asia Tenggara
mengikuti program pelatihan manajemen tata kelola perguruan tinggi yang
difasilitasi Deutscher Akademischer Austausch Dienst (DAAD) di kampus
Universitas Gadjah Mada, Selasa (10/2). Pelatihan dan sekaligus ajang pertemuan
antar pimpinan fakultas ini diharapkan bisa menghasilkan konsep bersama dalam
pengelolaan pendidikan tinggi berkelas dunia dan meningkatkan kapasitas
manajerial Dekan selaku pimpinan Fakultas.
Wakil
Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni UGM, Dr. Paripurna, S.H, M.Hum., LLM.,
mengatakan pelatihan dekan ini selain bertujuan meningkatkan kemampuan
manajerial namun juga membuka ruang bagi kerja sama yang lebih kuat antar
lingkungan perguruan tinggi di Asia Tenggara. “UGM berinisiatif membuka pintu
kerja sama antar perguruan tinggi se-ASEAN terutama untuk bidang pendidikan dan
penelitian,” kata Paripurna.
Beberapa
Dekan dari berbagai fakultas beberapa perguruan tinggi yang hadir diantaranya
Fakultas Ekonomi dan Mualamat Universitas Sains Malaysia, Fakultas Teknik
Universitas Nasional Laos, Universitas Maritim Myanmar, Akademi perbankan
Vietnam, Universitas Philippines Manila, De La Sall University, Universitas
Nong Lam, Univeritas Khon Kaen, Universitas Srinakharinwirot, Universitas
Nasional Vietnam. Beberapa Dekan di lingkungan UGM, ITS dan perguran tinggi di
Yogyakarta.
Direktur
DAAD Kantor Perwakilan Jakarta Dr. Irene Jansen,mengatakan pelatihan untuk para
Dekan dimaksudkan untuk menunjang pengembangan internasionalisasi pendidikan.
Meski demikian, pendidikan tinggi di Asia Tenggara tidak harus berkiblat pada
pendidikan di Eropa dan Amerika namun tetap memiliki konsep dan kesatuan
standar pendidikan yang berkualitas.
Dr.
Christian Berthold, CHE Consult GmbH, Jerman, mengatakan keberhasilan
manajemen pendidikan tinggi ditentukan pada kemampuan membuat kebijakan,
tingkat akseptabilitas, dan keluaran produk pendidikan. Namun begitu, persoalan
manajemen perguruan tinggi di seluruh dunia dihadapkan pada sumber biaya
pendidikan. “Beberapa penidikan tinggi menghadapi dilema dalam memilih sumber
biaya, apakah diambil dari biaya kuliah atau mengandalkan dana dari negara yang
dihitung dari besaran jumlah mahasiswa,” tuturnya.
Dia
mengibaratkan, pengelolaan perguruan tinggi tak ubahnya dengan sebuah permainan
sepak bola dimana terdapat wasit, pelatih dan pemain serta penonton. Oleh
karena itu, pengelolaan organisasi yang kompleks harus memiliki kualitas dan keunggulan karakater masing-masing dalam mengejar
capaian-capaian dengan tolak ukur yang jelas.
Tidak
berbeda dengan di Asia Tenggara, katanya, kecenderungan perguruan tinggi di
seluruh dunia mengejar kualitas pendidikan yang berstandar internasional.
Soalnya, standar internasional tersebut menjadi salah satu faktor daya tarik
mahasiswa asing dalam memilih tempat kuliah. Ia menyebutkan lima negara yang
perguruan tingginya menjadi favorit bagi mahasiswa asing yakni Amerika,
Inggris, Jerman, Perancis, Australia dan Kanada. Adapun di Jerman, kata
Christian, mahasiswa asing yang paling banyak berasal dari India. “Dalam 14
tahun terakhir, mahasiswa India paling banyak sekolah di Jerman,” ujarnya.
(Humas UGM/Gusti Grehenson)
Posting Komentar