Sistem Pendidikan di Filipina Bisa Jadi Contoh

     
    

Ilustrasi.

JAKARTA – Sistem pendidikan di Filipina bisa dijadikan contoh bagi Indonesia. Hal itu karena Filipina dinilai berkualitas pendidikan yang termaju di kawasan Asia Tenggara. Negara tersebut telah memasukkan unsur value education dalam sistem pendidikannya sehingga lebih baik dibandingkan pendidikan yang bersifat mekanistik.

Demikian dikatakan Deputy Director Programme and Development Southeast Asian Ministers of Education Organization (SEAMEO) Secretariat I, Handoko, kepada SH, sesaat sebelum pertemuan lanjutan SEAMEO di Vientiane, akhir pekan lalu.

“Filipina masih lebih baik ketimbang Singapura. Sistem pendidikan di Singapura terlalu mekanistik, sementara Filipina mengajarkan value education,” ujarnya.

Menurut Handoko, melalui pendidikan yang mengajarkan nilai-nilai, lulusan selain memiliki kemampuan akademis, juga berkarakter kuat. “Sayangnya, lulusan Filipina umumnya masih lebih suka bekerja di luar negeri,” katanya yang bekerja di kantor yang berkedudukan di Thailand itu.

Menteri Pendidikan Filipina, Brathe Armin Lueistro dalam kesempatan wawancara sebelumnya di Vientiane mengungkapkan kepada SH, saat ini Filipina terus berbenah terkait sistem pendidikan.

Filipina, menurutnya, baru saja memperbaiki sistem pendidikan dengan mengubah sistem K-10 yang diluncurkan pada 2010, ke sistem K-12 yang diluncurkan pada 2012. Perubahan sistem tersebut mencakup perubahan kurikulum, mulai tingkat pendidikan anak usia dini hingga pendidikan tinggi.

“Perubahan sistem ini sedang dalam proses. Kami di internal Filipina memang terus berupaya memperbaiki sistem pendidikan,” ucap Brathe Armin di sela acara pertemuan 8th ASEAN Education Ministers Meeting yang dihadiri 10 negara anggota ASEAN di Don Chan Palace Hotel, Vientiane, Laos, Kamis (11/9).

Lebih lanjut Brathe Armin menekankan, ajang pertemuan menteri-menteri pendidikan anggota ASEAN ini penting. Hal itu karena memungkinkan bagi negaranya (Filipina-red) bekerja sama dengan negara-negara ASEAN lain, serta fokus memikirkan konsep pendidikan bagi kemajuan kawasan.

Selama ini, menurutnya, setiap negara di ASEAN, termasuk Filipina, hanya memikirkan persoalan pendidikan di negara masing-masing.

Untuk itu ia mengusulkan, melalui ajang tersebut, setiap negara di Asia Tenggara harus mulai memikirkan cara mencapai kemajuan bersama di bidang pendidikan.

“Melalui pertemuan ini, kita harus mulai fokus untuk bersama memikirkan solusi persoalan pendidikan di Asia Tenggara,” tuturnya.

Negara Tertinggal Menteri Pendidikan Filipina, Brathe Armin Lueistro menilai, selama ini hubungan antarnegara anggota ASEAN di bidang pendidikan masih cenderung kurang diperhatikan ketimbang hubungan terkait ekonomi dan politik. Untuk itu ia berharap, ke depan setiap negara di ASEAN perlu memperhatikan kondisi negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara.

Ia menyatakan, negara yang lebih maju harus mau membantu memberi solusi kepada negara yang masih rendah tingkat pendidikannya. Ia mencontohkan, Laos dan Myanmar masih bertingkat literasi yang rendah dibandingkan negara-negara lain di ASEAN.

Ia mencontohkan, di Laos, pendidikan dasar hanya dinikmati 73 persen dari total anak yang seharusnya dapat mengakses pendidikan itu. Dalam kasus ini, ke-10 negara lain di ASEAN, menurut Brathe Armin, harus bekerja sama mengatasi persoalan tersebut.

Negara-negara lain harus memikirkan cara memberikan bantuan sumber daya, termasuk guru dan pelatihan guru. “Filipina selama ini berjuang sendiri menyediakan pendidikan dasar 100 persen. Sekarang dalam kasus Laos, semua negara harus bekerja sama mencari solusi,” ujarnya.

Ia menilai, dalam era sekarang ini, negara-negara ASEAN tidak bisa lagi saling membandingkan antara negara yang lebih maju atau yang lebih tertinggal. Hal terpenting saat ini, Brathe Armin memaparkan, semua negara di Asia Tenggara memandang negara lain sebagai bagian dari dirinya. Untuk itu, permasalah pendidikan di suatu negara harus dipandang merupakan masalah ASEAN yang harus dipecahkan bersama.

Tak Selalu Mahal
Brathe Armin menambahkan, kemajuan teknologi dapat memudahkan proses saling bantu antarnegara sehingga tidak memerlukan biaya yang besar. Ia mencontohkan, teknologi opensource dapat dimanfaatkan untuk saling berbagi sumber-sumber pembelajaran bagi negara satu dengan yang lainnya.

Penggunaan tekonologi opensource akan menghemat biaya sehingga bantuan ke negara lain tidak selalu mahal. “Kita bisa memanfaatkan opensource. Jadi, tidak semua bantuan kepada negara lain selalu memerlukan uang,” ucap Brathe.

Selain Filipina, ajang pertemuan para menteri pendidikan tingkat ASEAN tahun ini dihadiri 10 negara anggota ASEAN, antara lain Indonesia, Laos, Kamboja, Vietnam, Singapura, Malaysia, Brunei Darrusalam, dan Myanmar.

Di samping 8th ASEAN Education Ministers Meeting di Don Chan Palace Hotel, Vientiane, Laos; juga diselenggarakan dua pertemuan lain terkait menteri pendidikan, yakni The Second ASEAN Plus Three Education Ministers Meeting dan East Asia Summit Education Minister Meeting. (Wheny Hari Muljati)

SUMBER: Sinar Harapan
Bagikan berita :

Posting Komentar

 
Supported by : Creating Website | MENOREH . Net - Media Partner
Copyright © 2013. Gading - All Rights Reserved
Created by News BUANA.Com
KONTAK REDAKSI