Seorang warga melihat salah satu rumah megah milik pedagang warung Tegal (warteg) di Desa Sidokaton, Kecamatan Dukuhturi, Tegal, 22 Maret 2015. Rumah megah itu ditinggal pemiliknya merantau ke Jakarta dan hanya dihuni tiap menjelang Hari Raya Idul Fitri. TEMPO/Dinda Leo Listy
SLAWI—Rupanya
bisnis Warung Tegal alias warteg amat menggiurkan. Kalau tak percaya, lihat
deretan rumah yang cukup megah, bahkan mewah, di Desa Sidokaton, Kecamatan
Dukuhturi, Kabupaten Tegal. Banyak dari rumah itu yang dimiliki oleh pengusaha
warteg.
Wartawan Tempo menyambangi kampung itu beberapa waktu lalu. Rumah-rumah
tersebut tampak kosong karena ditinggal pemiliknya bekerja di Jakarta sebagai
pengusaha warteg. Penduduk di sekitarnya pun agak enggan rumah-rumah itu
dipotret. “Kalau tahu pedagang warteg sukses di kampung, pemilik bangunan di
Jakarta akan semakin menaikkan harga sewanya,” kata lelaki yang tidak mau menyebutkan
namanya.
Penduduk Sidokaton yang lain, Faizin, mengatakan harga sewa bangunan untuk
warteg di Jakarta saat ini mencapai Rp 25 juta - Rp 30 juta per tahun. Menurut
dia, warteg mengalami masa kejayaan pada tahun 80-an sampai 90-an. Sebab, harga
sewa warung dan upah karyawan saat itu masih murah.
Hingga kini, dari sekitar 10.000 warga Desa Sidapurna, 50 persennya masih
menekuni usaha warteg di Jakarta. Pedagang yang tergolong sukses mendapat
penghasilan kotor Rp 3 juta Rp 5 juta per hari.
Penasehat Pusat Koperasi Warteg Jaya, Harun Abdi Manaf, mengatakan, mahalnya
harga sewa bangunan dan kebutuhan pokok di Jakarta membuat sebagian pedagang
warteg kini angkat kaki dan membuka usaha di kota lain. “Sewa warung di Jakarta
minimal tiga tahun, sekitar Rp 90 juta. Pedagang yang bermodal kecil tidak
mampu bertahan,” kata Harun.
Bahkan ada juga orang Tegal yang membuka warteg di kota lebih kecil seperti
Majalengka, Jawa Barat. Di sana, ada sebuah warteg yang sempat menghebohkan
karena penjaganya amat cantik, bernama Sasa Darfika. Warteg ini berada di sisi
Jalan Parapatan Raya, Majalengka, Jawa Barat.
Ternyata Sasa adalah putri pemilik warteg itu sendiri. Ia sempat kuliah di
sekolah kebidanan tapi memutuskan berhenti dan memilih ikut menjaga warung yang
ramai dikunjungi orang. Sasa bikin warteg yang buka setiap hari selama 24 jam
itu laris manis. Rata-rata sehari melayani 300 orang lebih.
Sejak Sasa terkenal di media massa dan media sosial, dalam sebulan ini
penghasilan warteg bertambah seiring meningkatnya pembeli. Sempat ada yang
kecewa karena tidak dilayani Sasa yang sedang istirahat tengah hari atau seusai
jam kerjanya. "Dari rumah keluar sebentar untuk ketemu, daripada dibilang
sok," ujar Sasa.
SUMBER: TEMPO.CO
Posting Komentar